(6) Kisah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam Lengkap

Kisah Nabi Ibrahim 'alaihissalam
Kisah Nabi Ibrahim 'alaihissalam




Azar (ayah Nabi Ibrahim) hidup di negeri Babil; Irak, ia membuat patung dan menjualnya kepada orang-orang agar mereka menyembahnya. Ia memiliki seorang anak yang masih kecil bernama Ibrahim yang Allah karuniakan kepada sang anak tersebut hikmah dan kecerdasan sejak kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelumnya, dan Kami mengetahui (keadaan)nya.” (QS. Al Anbiyaa’: 51)

Saat usianya semakin dewasa, mulailah ia memikirkan siapakah Tuhan yang berhak disembah, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk kepadanya sehingga dia dapat mengenal Allah, Tuhannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjadikannya sebagai Nabi dan Rasul kepada kaumnya untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya; mengeluarkan mereka dari menyembah patung dan berhala menuju penyembahan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menurunkan suhuf (lembaran) kepada Nabi Ibrahim yang di dalamnya terdapat adab, nasihat, dan hukum-hukum agar beliau menunjuki kaumnya, mengajarkan kepada mereka dasar-dasar agama, serta menasihati mereka untuk taat kepada Allah, Tuhan mereka, mengikhlaskan ibadah kepada-Nya, dan menjauhi segala perbuatan yang bertentangan dengan akhlak yang mulia.

Saat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pulang ke rumahnya, ia menemui ayahnya dan berkata, “Wahai ayahku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?–Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.–Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.–Wahai ayahku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, sehingga kamu menjadi kawan bagi setan.” (QS. Maryam: 42-45)

(Baca Juga : Penjelasan Neraka Jahannamam)

Namun ayahnya menolak ajakan anaknya, yaitu Ibrahim ‘alaihissalam. Sambil marah ia berkata, “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama”. (QS. Maryam: 46)

Tetapi Nabi Ibrahim bersabar menghadapi sikap keras ayahnya, bahkan membalasnya dengan sikap sayang dan berbakti, ia berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.—Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku”. (QS. Maryam: 47-48)

Dakwah Nabi Ibrahim Kepada Penduduk Hiran dan Babil

Di zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam orang-orang menyembah bintang-bintang dan patung-patung.
Yang menyembah bintang-bintang adalah penduduk Hiran, sedangkan yang menyembah patung adalah penduduk Babil.

Nabi Ibrahim Alaihissalam Berdakwah Kepada Penduduk Hiran

Penduduk Hiran adalah para penyembah bintang-bintang. Beliau mengajak kaumnya berpikir memperhatikan benda-benda langit; apa pantas benda-benda tersebut disembah. Disebutkan kisahnya dalam Alquran sbb:

Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang dia berkata, “Ini(kah) Tuhanku?” Tetapi ketika bintang itu tenggelam dia berkata, “Saya tidak suka kepada yang tenggelam.”

Kemudian ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Ini(kah) Tuhanku?” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat
.”

Kemudian ketika ia melihat matahari terbit, dia berkata, “Ini(kah) Tuhanku?”, ini yang lebih besar.” Maka ketika matahari itu terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan
. (QS. Al An’aam: 75-80)

Di beberapa ayat tersebut Nabi Ibrahim mengajak kaumnya berpikir jernih tentang kelayakan menyembah hayaakil (benda-benda langit). Setelah menjelaskan kepada kaumnya tentang batilnya menyembah benda-benda langit ini, Nabi Ibrahim berkata,

Wahai kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.–Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al An’aam: 78-79)

Demikianlah ajaran Nabi Ibrahim, ajarannya adalah ajaran para nabi dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad shallalllahu ‘alaihi wa sallam, yaitu tauhid (beribadah hanya kepada Allah dan meniadakan sesembahan selain-Nya). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu sembah.”
(QS. Fushshilat: 37)

Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam Berdakwah kepada Penduduk Babil

Penduduk Babil adalah penduduk yang  menyembah patung-patung.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga keluar menuju tempat peribadatan kaumnya untuk mengajak kaumnya menyembah Allah, saat sampai di sana, Beliau mendapatkan kaumnya sedang tekun menyembah patung yang banyak jumlahnya, mereka menyembahnya, merendahkan diri di hadapannya serta meminta dipenuhi kebutuhan mereka kepadanya, maka Nabi Ibrahim tampil dan berkata,

Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?” (QS. Al Anbiya’: 52)

Kaumnya menjawab, “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.” (QS. Al Anbiya’: 53)

Demikianlah kaumnya, mereka tidak memiliki alasan terhadap perbuatan mereka selain mengikuti nenek-moyang mereka yang sesat.

Ibrahim berkata lagi, “Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al Anbiyaa’: 54)

Kaumnya menjawab, “Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?” (QS. Al Anbiyaa’ : 55)

Ibrahim menjawab, “Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.” (QS. Al Anbiyaa’: 56)

Ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melihat kaumnya tetap kokoh di atas penyembahan kepada patung, maka Beliau memikirkan bagaimana caranya menghancurkan patung-patung itu agar mereka mau berpikir.
Abu Ishaq mengatakan dari Abul Ahwash dari Abdullah, ia berkata,

“Ketika kaum Nabi Ibrahim keluar menuju tempat mereka berhari raya, kaumnya –ada yang mengatakan “bapaknya”- melewati Nabi Ibrahim sambil berkata, “Wahai Ibrahim, mengapa kamu tidak ikut bersama kami?” Ibrahim menjawab, “Sesungguhnya aku sedang sakit dari kemarin,” Nabi Ibrahim pun melanjutkan kata-katanya, “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.” Maka salah seorang di antara kaumnya ada yang mendengar kata-kata itu.

Dengan diam-diam Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pergi menuju ke tempat  patung-patung itu berada, saat melihat di hadapan patung-patung itu banyak makanan, maka Ibrahim mengejek  patung-patung itu dengan berkata, “Mengapa kalian tidak makan dan mengapa kalian tidak bicara-bicara?

Segeralah Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala hingga terpotong-potong menggunakan kapaknya, kecuali berhala yang paling besar.

Menurut sejarah, Nabi Ibrahim menaruh kapaknya (yang digunakan untuk menghancurkan patung-patung) di tangan patung yang paling besar, agar kaumnya mengira bahwa patung inilah yang menghancurkannya dan ia tidak rela ada yang menyembah selainnya.

Ketika kaumnya kembali mendatangi tempat patung yang mereka sembah dan melihat apa yang terjadi,
Mereka berkata, Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan  kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.”(QS. Al Anbiyaa’ : 59)

Salah seorang di antara mereka berkata, “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.” (QS. Al Anbiyaa’ : 60)

Kaumnya berkata, “Bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan”. (QS. Al Anbiyaa’ : 61)

Nabi Ibrahim pun dihadapkan kepada mereka dan disidang, “Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?” (QS. Al Anbiyaa’: 62)

Ibrahim menjawab, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. (QS. Al Anbiyaa’ : 63)

Maksud perkataan Nabi Ibrahim  adalah agar kaumnya mau berpikir, bahwa patung adalah benda mati yang tidak dapat berbicara sehingga tidak pantas disembah tanpa perlu dijelaskan lagi oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan  berkata, “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya“, (QS. Al Anbiyaa’: 64) Yakni karena meninggalkan patung-patung itu tanpa dijaga.

Kepala mereka pun menjadi tertunduk, setelah itu mereka berkata kepada Ibrahim:

“Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.” (QS. Al Anbiyaa’ : 65)

Maksudnya, “Mengapa kamu suruh kami bertanya kepada patung-patung itu, sedangkan kamu tahu bahwa mereka tidak bisa bicara.”

Ketika itulah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata,

Maka mengapa kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak  memberi bahaya kepada kamu?” (QS. Al Anbiyaa’: 66)

Ah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?” ( QS. Al Anbiyaa’ : 67)

Inilah jihad pertama para nabi, yaitu jihadul ‘ilmi wa iqaamatul hujjah (berdakwah dan menegakkan hujjah) sehingga tidak ada alasan lagi bagi mereka di hadapan Allah nanti.

Ketika kebenaran Nabi Ibrahim telah tampak  dan alasan mereka kalah, mereka beralih kepada cara yang lain, yaitu menggunakan “kekerasan” karena Ibrahim telah menghancurkan patung mereka dan menghina sesembahan mereka. Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” (QS. Al Anbiyaa’: 68)

Maka kaumnya pun mengumpulkan banyak kayu bakar, sampai-sampai ada wanita yang sakit bernadzar, kalau seandainya sakitnya sembuh ia akan ikut mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrahim.
Mereka meletakkan kayu bakar itu dalam sebuah parit dan menyalakan api di dalamnya hingga menyala besar, lalu mereka meletakkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam sebuah wadah manjeniq (alat pelempar) atas usulan seorang dari daerah Akraad-Persia (Syu’aib Al Jabay berkata, “Namanya adalah Haizan”, Allah pun menenggelamkan Haizan ke dalam bumi dan ia tetap  berada di dalamnya hingga hari kiamat), setelah itu dilemparlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam keadaan terikat dari manjenik itu ke dalam api. Saat itu Nabi Ibrahim berkata,

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

Cukup bagiku Allah, dan Dialah sebaik-baik Pelindung.” (sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Bukhari)

Maka Allah Ta’ala pun menyelamatkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan menjadikan api itu dingin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, Wahai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim, (QS. Al Anbiyaa’ :69)

Ibnu Abbas dan Abul ‘Aliyah berkata, “Kalau seandainya Allah tidak berfirman “Dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” tentu dinginnya api tersebut akan menyakiti Ibrahim.

Ketika itu ada binatang yang ikut membantu meniupkan api untuk membakar Nabi Ibrahim, yaitu wazagh
(cicak atau tokek) (berdasarkan hadis riwayat Bukhari).

Oleh karena itulah, mengapa Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam menyuruh untuk membunuh cicak, dan menjelaskan bahwa membunuhnya sekali pukul akan mendapatkan seratus kebaikan, jika dua kali pukul, pahalanya berkurang dst. (berdasarkan hadis riwayat Muslim). Wallahu a’lam

Setelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam selamat dari pembakaran, maka beliau berdakwah kepada Raja negeri tersebut (Babil), yaitu Namrud.

(Baca Juga : Kenapa Harus Memilih Islam? (4))

Debat antara Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan Namrud, Raja yang Mengaku Tuhan

Dahulu raja dunia bagian Timur dan Barat ada empat; dua orang mukmin dan dua orang lagi kafir. Dua orang raja yang mukmin adalah Raja Dzulqarnain dan Sulaiman, sedangkan dua raja yang kafir adalah Namrud dan Bukhtanashhir.

Di antara dua raja kafir tersebut, yang didebat oleh Ibrahim ‘alaihissalam adalah Namrud seorang raja Babil.

Nabi Ibrahim berdakwah kepada Raja Namrud karena dia mengaku dirinya sebagai Tuhan (ada yang mengatakan bahwa ia berkuasa ketika itu selama 400 tahun).

Berikut ini kisahnya dalam Alquran:

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang  yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya  karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan. Ketika Ibrahim mengatakan, “Tuhanku adalah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata,  “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah dia dari Barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
(QS. Al Baqarah: 258)

Pada ayat di atas Namrud meminta Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menunjukkan bukti keberadaan Allah Ta’ala, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata, “Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan,” yakni bukti keberadaan Allah Ta’ala adalah adanya sesuatu dan hilangnya sesuatu setelah adanya, karena sudah pasti setiap yang ada pasti ada yang mengadakannya, Dialah Allah Ta’ala Tuhan alam semesta.

Namrud pun menjawab, “Aku juga bisa menghidupkan dan mematikan”, maksud menghidupkan adalah dengan membiarkan hidup atau tidak jadi dibunuh orang yang harus dibunuh. Sedangkan maksudnya bisa mematikan adalah dengan membunuh seeorang.

Kata-kata ini sebenarnya dia ucapkan hanya untuk membantah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan untuk membenarkan dakwaannya “mengaku tuhan” padahal jawaban ini sangat lemah sekali.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam  kemudian mengatakan, “Sesungguhnya Allah yang menerbitkan matahari dari Timur maka terbitkanlah dari Barat!” Ketika itu diamlah si thaaghut ini dan tidak bisa menjawab apa-apa.

Hijrahnya Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam

Untuk selanjutnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memutuskan berhijrah dari negeri tersebut, melihat karena tidak ada yang beriman selain istrinya Sarah dan putera saudaranya, yaitu Luth ‘alaihissalam, maka ia pun berhijrah dari satu tempat ke tempat yang lain hingga sampai di Palestina. Di sanalah beliau tinggal beberapa lama, beribadah kepada Allah dan megajak manusia untuk beribadah kepada Allah.

Setelah berlalu beberapa tahun, maka negeri tersebut ditimpa kemarau panjang, hingga mendesak Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk hijrah ke Mesir. Ketika itu, di Mesir ada seorang raja yang kejam namun suka kepada wanita, ia memiliki beberapa pembantu yang membantunya untuk memperoleh apa yang ia inginkan.
Para pembantunya berdiri di pinggiran negeri untuk memberitahukan kepada raja wanita-wanita cantik yang datang ke Mesir. Saat mereka melihat Sarah, dimana ia adalah wanita yang sangat cantik, maka mereka menyampaikan kepada raja dan memberitahukan kepadanya bahwa bersamanya ada seorang laki-laki, maka raja pun mengeluarkan perintahnya untuk membawa laki-laki itu.

Tidak beberapa lama, beberapa tentara datang dan membawa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada raja. Ketika tiba di hadapannya, maka raja bertanya kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tentang wanita yang bersamanya, lalu Nabi Ibrahim menjawab, “Ia adalah saudarinya.” Rajanya berkata, “Bawalah ia ke hadapanku.” Maka Nabi Ibrahim pergi menemui Sarah dan memberitahukan kepadanya apa yang disampaikannya kepada raja dan perkatannya, bahwa Sarah adalah saudarinya.

Lalu Sarah pun pergi ke istana. Ketika raja melihatnya, maka raja terpesona melihat kecantikannya dan langsung berdiri menghampirinya, tetapi Sarah berkata, “Saya ingin shalat dan berwudhu (dahulu).” Maka raja pun mengizinkannya. Lalu Sarah berwudhu dan shalat, setelah itu ia berdoa, “Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepada-Mu dan kepada Rasul-Mu, dan aku menjaga kehormatanku selain kepada suamiku, maka janganlah engkau berikan kekuasaan kepada orang kafir ini.” Maka Allah mengabulkan permohonannya, menjaganya dan memeliharanya. Sehingga setiap kali, raja ingin memegangnya, maka tangannya tergenggam atau tercekik, hingga raja pun meminta Sarah agar berdoa kepada Allah agar tangannya terbuka dan raja tidak akan menimpakan bahaya apa-apa kepadanya. Kejadian ini berulang sampai tiga kali.

Saat raja mengetahui, bahwa ia ternyata tidak berkuasa kepadanya, maka raja memanggil sebagian pembatunya dan berkata kepada mereka, “Kalian tidak membawaku seorang manusia, bahkan membawa kepadaku seorang setan.” Lalu ia memerintahkan para pembantunya untuk memberikan Hajar kepadanya untuk menjadi pelayannya. (Hal ini sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ahmad dan Bukhari).

Maka Sarah pun kembali kepada suaminya tanpa diganggu sedikit pun oleh raja, lalu Sarah mendapatkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam keadaan shalat. Saat Sarah sampai, maka Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melihatnya dan bertanya kepadanya tentang hal yang terjadi? Sarah pun menjelaskan, bahwa Allah menolak tipu daya raja itu kepadanya dan memberikan kepadanya seorang budak bernama Hajar untuk melayaninya.

Setelah beberapa lama, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan, putera saudaranya, yaitu Luth ‘alaihissalam meminta izin kepadanya untuk pergi ke negeri Sadum untuk mengajak penduduknya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan perbuatan keji yang selama ini mereka lakukan, maka Nabi Ibrahim memberinya sebagian binatang ternak dan harta, dan ia melanjutkan perjalanannya bersama keluarganya ke Palestina hingga tiba di sana, dan di sana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tinggal beberapa lama.

Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam Meminta Kepada Allah Agar Ditunjukkan Bagaimana Dia Menghidupkan Orang yang Mati

Suatu hari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meminta kepada Allah, agar Dia memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang telah mati. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala di surat Al Baqarah: 260:

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” Allah berfirman, “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman), “Lalu letakkan di atas setiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Dan ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.”


Maka Nabi Ibrahim melaksanakan perintah itu, beliau menyembelih empat ekor burung dan meletakkan bagian-bagian badannya di atas beberapa bukit, lalu beliau kembali ke tempat semula sambil berdiri menghadap ke arah bukit dan memanggil burung-burung yang telah disembelih dan dipisah-pisah badannya itu, tiba-tiba burung itu hidup kembali dan datang kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kelahiran Nabi Ismail

Sarah adalah istri Nabi Ibrahim yang mandul, ia mengetahui keadaan suaminya yang merindukan keturunan yang baik, maka Sarah memberikan pembantunya Hajar agar dinikahinya dengan harapan Allah mengaruniakan daripadanya keturunan yang saleh. Maka Nabi Ibrahim menikahi Hajar dan lahirlah daripadanya Nabi Ismail, sehingga Nabi Ibrahim sangat berbahagia sekali karena telah lama menunggu kedatangannya.

Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim membawa istrinya Hajar dan anaknya (Nabi Ismail) ke Mekah. Setelah sampai di sana, Nabi Ibrahim meninggalkannya sambil berdoa,

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
(QS. Ibrahim: 37)

Kemudian Nabi Ibrahim kembali ke istrinya, yaitu Sarah.

Tamu Nabi Ibrahim yang Terdiri dari Para Malaikat

Suatu hari, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kedatangan tamu yang terdiri dari para malaikat dalam bentuk manusia, maka Nabi Ibrahim segera berdiri dan menyembelih untuk mereka seekor anak sapi yang gemuk lalu memanggangnya, kemudian menghidangkannya kepada mereka, tetapi mereka tidak mau makan, karena para malaikat tidak makan dan minum.

Ketika itulah, para malaikat memberitahukan bahwa mereka bukan manusia, bahkan sebagai malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada penduduk Sadum, karena mereka tidak mengikuti ajakan Nabi mereka, yaitu Luth ‘alaihissalam.

Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim tentang kelahiran anaknya dari istrinya Sarah, yaitu Ishaq. Padahal Sarah seorang yang mandul dan sudah tua, sedangkan suaminya juga sudah tua, lalu para malaikat memberitahukan bahwa yang demikian adalah ketetapan Allah, para malaikat berkata,
Para malaikat itu berkata, “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (Terj. Hud: 73)

Kisah Penyembelihan Nabi Ismail

Suatu hari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bermimpi menyembelih anaknya, lalu beliau memberitahukan mimpinya itu kepada anaknya. Hal ini merupakan ujian Allah kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Meskipun ujian ini begitu berat, namun Nabi Ismail siap memikulnya karena taat kepada Allah, dan saat masing-masing bersiap-siap menjalankan perintah Allah, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga sudah membaringkan Nabi Ismail dan telah mengambil pisau untuk menyembelihnya. Tetapi saat hendak menyembelihnya, angin segar pun datang, malaikat Jibril datang membawa kambing yang besar untuk menebus Nabi Ismail. Untuk selanjutnya, peristiwa itu dijadikan sandaran dalam pensyariatan kurban pada hari raya Idul Adh-ha.

Kunjungan Nabi Ibrahim Alaihissalam ke Mekah

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pergi ke Mekah untuk melihat kondisi Hajar dan anaknya, Ismail. Dalam salah satu kunjungan, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam meminta anaknya membantunya dalam meninggikan pondasi baitullah yang diperintahkan Allah Ta’ala untuk dibangunkan, lalu Nabi Ismail setuju.

Keduanya pun mengangkut batu sehingga selesailah pembangunannya. Setelah selesai, keduanya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia menerima amal mereka berdua. Keduanya berkata,
Ya Tuhan Kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.–Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu Kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji Kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 127-128)

Maka Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimas salam, Dia memberikan berkah kepada ka’bah dan menjadikannya kiblat bagi kaum muslim di setiap tempat dan setiap waktu.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memiliki ajaran yang lurus dan syariat yang mulia, dimana kita diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengikutinya, Dia berfirman, “Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. (QS. Ali Imran: 95)

Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan isra’-mi’raj, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjumpai Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di langit ketujuh dengan menyandarkan punggungnya ke Baitul ma’mur yang seharinya dimasuki oleh 70.000 malaikat untuk beribadah dan berthawaf di situ. Setelah itu mereka keluar dan tidak kembali lagi.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai Nabi Ibrahim dan menjadikannya sebagai kekasih-Nya (lihat QS. An Nisaa’: 125).

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah manusia yang pertama kali diberi pakaian pada hari Kiamat (Muttafaq ‘alaih). Saat itu, manusia dalam keadaan telanjang, lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diberi pakaian sebagai penghormatan kepadanya. Setelah itu para nabi setelahnya dan manusia setelahnya.

Dalam Alquran Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Dia berfirman,

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif.
Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),(lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.–Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.–Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif,” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan. (QS. An Nahl: 120-123)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga melebihkan beliau di dunia dan di akhirat, Dia menjadikan para nabi dari keturunannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al ‘Ankabut: 27)

Beliau termasuk para rasul ulul ‘azmi, bahkan beliau adalah rasul yang paling utama setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, kita diperintahkan bershalawat kepadanya dalam tasyhhud.

Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Maraaji’:
  • Alquranul Karim
  • Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
  • Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh Salim Al Hilaaliy)
  • dll.
(Baca Juga : Ayat Al-Quran Tentang Cinta)

Artikel www.KisahMuslim.com
Share on Google Plus

- Yusri Triadi

liputanalquran.com
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment