Benarkah Kita Lebih Mendahulukan Al-Quran Daripada Hadits?

Benarkah Kita Lebih Mendahulukan Al-Quran Daripada Hadits?
Benarkah Kita Lebih Mendahulukan Al-Quran Daripada Hadits?
Di dalam Islam ada dua sumber utama yang digunakan sebagai pegangan dan pedoman, yaitu Al-Quran dan Hadits. Untuk beribadah, mengambil hukum, pedoman dan dalil-dalil kita harus merujuk kepada Kitabullah dan Al-Hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terkadang dalam beberapa perkara ada yang hanya dijelaskan di Al-Quran, ada yang hanya dijelaskan Al-Hadits, dan ada pula yang dijelaskan oleh Al-Quran dan Al-Hadits.


Terkadang, Al-Quran dan Al-Hadits saling melengkapi keterangan satu sama lainnya. Akan tetapi terkadang kita melihat ada perbedaan antara Al-Quran dan Hadits. Lalu bagaimana kita menanggapi hal ini? Apakah kita lebih mendahulukan Al-Quran? Atau malah kita lebih mendahulukan Hadits? Saya pernah mendengar dan melihat ada orang yang mengatakan bahwa kita harus mendahulukan Al-Quran dibandingkan Hadits karena Al-Quran itu wahyu Allah yang tidak mungkin salah, sedangkan Hadits bisa saja salah. Benarkah pendapat ini?

Kalau ada suatu perkara yang tampaknya ada perbedaan antara Al-Quran dan Hadits maka yang harus kita lihat pertama kali adalah kedudukan haditsnya. Kalau kedudukan hadits itu lemah atau kurang sahih maka kita harus mendahulukan Al-Quran. Akan tetapi kalau kedudukan haditsnya sahih dan bersambung sampai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kita tidak boleh mendahulukan salah satu di antara keduanya. Kenapa begitu? Karena Al-Quran itu adalah sahih datangnya dari Allah.

Kitab (ini) diturunkan dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Jaatsiyah : 2)

Begitu pula hadits sahih, hadits shahih itu adalah perkataan yang terbukti datang dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidaklah berucap dan bertindak melainkan berdasarkan wahyu yang diberikan Allah kepadanya.

Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. An-Najm : 3-4)

Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (Q.S. Al-An’aam : 50)


Lalu bagaimana kita menanggapi hal ini? Bagaimana kalau kita dihadapkan pada suatu perkara dengan ayat Al-Quran dan hadits sahih yang tampaknya bertentangan? Kita harus bertanya kepada para ustadz maupun ‘ulama yang memang faham terhadap hal itu.

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (Q.S. An-Nahl : 43)

Tetapi kalau kita memang tidak faham suatu ayat atau suatu hadits ada baiknya kita melihat tafsir para ‘ulama, karena terkadang sesuatu yang kita anggap bertentangan tetapi sebenarnya tidak. Hal itu dikarenakan kita tidak faham dengan bahasa Arab dan tidak menekuni di bidang itu. Yang paling faham tentang Al-Quran dan Hadits adalah para ‘ulama kita. Jangan sembarang menafsirkan suatu ayat maupun suatu hadits. Ada tahap-tahapnya kalau ingin berijtihad mengambil suatu pengambilan hukum.

Sebenarnya tidak ada pertentangan antara Al-Quran dan hadits sahih, karena keduanya sebenarnya sama-sama datang dari Allah. Akan tetapi ada banyak faktor kenapa kita menganggapnya bertentangan. Yang pertama karena kita tidak mengetahui makna yang terkandung di dalam ayatnya ataupun haditsnya. Sedangkan yang kedua karena kita memang tidak menekuni secara mendalam mengenai tafsir Al-Quran dan Hadits.

Maka dari itu kalau ada ayat Al-Quran dan suatu hadits yang tampaknya bertentangan itu sebenarnya tidak ada. Lain halnya kalau haditsnya lemah, karena hadits lemah tidak bersumber dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi kalau haditsnya sahih maka itu sudah pasti asli dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi kita tidak boleh mendahulukan antara Al-Quran maupun Hadits Sahih, karena keduanya sama-sama sahih datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka dari itu Allah Ta’ala meminta kita agar kembali kepada Al-Quran dan Hadits kalau ada suatu perkara yang kurang jelas. Mana mungkin Allah menyuruh kita mengikutinya kalau isinya diragukan. Allah meminta kita mengikuti keduanya karena memang dua-duanya berasal dari-Nya yang tidak mungkin bertentangan satu sama lainnya.

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An-Nisaa’ : 59)


Semoga bermanfaat.
Share on Google Plus

- Yusri Triadi

liputanalquran.com
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment