Apakah Qunut Subuh Bid’ah?


Apakah Qunut Subuh Bid’ah?
Apakah Qunut Subuh Bid’ah?

Permasalahan qunut subuh sepertinya tidak akan pernah selesai karena memang terjadi perselisihan pendapat di kalangan ‘ulama sejak dahulu. Ada ‘ulama yang mengatakan bahwa qunut subuh itu bid’ah, ada yang mengatakan qunut subuh itu sunnah, ada yang mengatakan bahwa qunut subuh itu tidak dianjurkan dan ada pula yang mengatakan qunut subuh itu wajib. Akan tetapi pendapat pertama dan terakhir bukanlah pendapat kebanyakan ‘ulama, artinya kedua pendapat ini jarang sekali digunakan dan tidak mewakili mayoritas ‘ulama. Sehingga yang tersisa sebenarnya adalah pendapat yang mengatakan bahwa qunut subuh itu tidak dianjurkan dan pendapat yang mengatakan qunut subuh itu sunnah.


Mayoritas madzab Hanafi (Imam Abu Hanifah) berpendapat bahwa qunut subuh itu tidak dianjurkan (tidak sunnah), meskipun salah satu pendapat mereka ada yang mengatakan itu bid’ah. Madzab Maliki (Imam Malik bin Anas) berpendapat bahwa qunut subuh itu tidak dianjurkan. Pendapat ini juga dipegang oleh para ‘ulama madzab Hambali (Imam Ahmad bin Hanbal). Sedangkan madzab Syafi’ (Imam Syafi’i) berpendapat bahwa qunut subuh itu sunnah (dianjurkan). Jadi hanya madzab Syafi’i saja yang menyatakan bahwa qunut subuh itu adalah sunnah, selain itu menyatakan bahwa qunut subuh itu tidak dianjurkan.

Dalil yang dijadikan oleh madzab Syafi’i adalah hadits yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut subuh terus menerus hingga wafatnya. Sedangkan dalil yang dijadikan oleh madzab Hanafi, Maliki dan Hambali adalah hadits yang mengatakan bahwa seorang anak bertanya kepada ayahnya yang pernah sholat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali, maka dia menyatakan bahwa qunut subuh itu muhdats (bid’ah).

Semua ‘ulama hadits seperti ‘ulama madzab yang empat, kemudian para ‘ulama hadits lainnya juga banyak yang berbeda pendapat mengenai qunut subuh. Lalu mengapa madzab lainnya tidak menganggap bahwa qunut subuh itu sunnah sebagaimana pendapat yang dipilih madzab Syafi’i? Para ‘ulama yang memilih pendapat qunut subuh itu tidak dianjurkan menilai hadits yang dibawakan oleh Madzab Syafi’i ataupun Imam Syafi’i itu dho’if (lemah), ada perawi yang dinilai memiliki kecacatan yaitu Abu Ja’far Ar-Razi, dikarenakan hafalannya kurang (jelek hafalannya). Inilah alasan yang dikemukakan oleh para ‘ulama yang menilai bahwa qunut subuh itu tidak dianjurkan.

Lalu apakah madzab Syafi’i salah? Kita tidak menyalahkan Imam Syafi’i atas pendapatnya, karena menurut beliau hadits yang tersebut adalah sahih. Imam Syafi’i menilai hadits tersebut sahih dan takutnya kalau tidak qunut subuh maka dapat menyalahi sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu bagaimana dengan hadits yang menyatakan bahwa qunut subuh itu bid’ah seperti yang kami bawakan di atas? Hadits tersebut adalah sahih dan para ‘ulama hadits juga menyepakati kesahihan haditsnya. Selain itu ada juga hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut nazilah, yaitu qunut yang dibaca untuk mendoakan keburukan bagi orang kafir/musyrik ataupun memohon pertolongan untuk umat Islam. Akan tetapi menurut ‘ulama hadits itu hanya dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa selang waktu saja, tidak terus-menerus. Lalu bagaimana tanggapan para ‘ulama madzab Syafi’i tentang hadits-hadits yang menunjukkan bahwa qunut subuh itu tidak dianjurkan? Muhammad bin ‘Abdul Malik Al-Karaji meninggalkan meninggalkan qunut subuh dikarenakan menurutnya hadits yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal qunut subuh itu sahih. Sedangkan Taqy Al-Din Al-Subki mengatakan bahwa setelah membaca kisah ini dia sempat meninggalkan qunut subuh selama beberapa waktu. Lalu dia melihat bahwa qunut yang ditinggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa untuk kabilah Dzakwan dan Ra’l, itu pun bukan di waktu sholat subuh. Adapun meninggalkan qunut subuh secara mutlak ada hadits ‘Isa bin Mahan (Abu Ja’far Ar-Razi), menurutnya hadits tersebut ada diskusi yang cukup panjang dan saat ini bukan masa untuk menguraikannya. Kemudian beliau kembali kepada qunut subuh (melakukan qunut subuh) sampai sekarang.

(Baca Juga : Selamat Kepada Ateis)

Jadi kalau kita lihat Imam Syafi’i dan ‘ulama Syafi’i lainnya tidak pernah membantah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meninggalkan qunut, tetapi qunut yang ditinggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah qunut subuh karena Nabi membaca doa qunut juga pada sholat-sholat yang lainnya. Menurut madzab Syafi’i bahwa Nabi memang meninggalkan qunut itu, tetapi qunut subuh tetap dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga wafatnya.

Permasalahan qunut subuh ini memang tidak akan selesai, karena ketahuilah bahwa para ‘ulama memang berselisih pendapat mengenai hal ini. Kita tidak perlu mencaci ‘ulama yang mengatakan qunut subuh itu sunnah. Kita juga tidak perlu menghina apalagi merendahkan orang yang melakukan qunut subuh secara terus-menerus karena masing-masing kita punya dalil. Kita tidak boleh merendahkan keilmuan Imam Syafi’i dan para ‘ulama yang berpendapat qunut subuh itu sunnah karena mereka adalah pakarnya dalam ilmu hadits dan mereka punya penilaian tersendiri untuk menilai suatu hadits. Begitu pula kalau kita memegang pendapat Syafi’i, maka kita tidak boleh memandang orang yang tidak qunut subuh itu sesat karena menurutnya hadits qunut subuh itu sunnah adalah dhoif. Jadi intinya kita tidak perlu terpecah belah mengenai qunut subuh ini dan tidak perlu saling menyalahkan satu sama lainnya.

Sebenarnya inti dari permasalahan ini hanyalah dianjurkan dan tidak dianjurkan, tidak sampai kepada perkara bid’ah dan sesat. Kita tidak boleh mengatakan qunut subuh itu sesat karena ‘ulama yang tidak mendukung qunut subuh hanya berpendapat tidak dianjurkan, tidak sampai bid’ah. Sedangkan ‘ulama yang berpendapat bahwa qunut subuh itu bid’ah adalah pendapat yang tidak mewakili mayoritas ‘ulama. Maka dari itu silahkan kita menggunakan mana pendapat yang menurut kita lebih kuat dan lebih tepat, yang terpenting jangan saling mencela dan menghina. Inilah keindahan Islam dan bagaimana Islam dapat berdiri dengan kokohnya dikarenakan sikap toleransi satu sama lainnya terhadap perbedaan.

Ada satu pelajaran dari Imam Ahmad bin Hanbal (pendiri Madzab Hambali). Beliau mengatakan bahwa jikalau beliau sholat di belakang imam yang melaksanakan qunut subuh maka kita ikut mengangkat tangan dan ikut pula mengaminkannya, padahal beliau berpendapat bahwa qunut subuh itu tidak dianjurkan. Beliau mengambil hadits yang menyatakan bahwa imam itu ditunjuk untuk diikuti, apabila imam bertakbir maka bertakbirlah. Dan dikarenakan perkara qunut subuh itu perkara khilafiyah maka dari itu Imam Ahmad menyatakan bahwa qunut subuh berlaku dalam hal ini. Akan tetapi jikalau beliau menjadi imam maka beliau tidak melakukan qunut subuh. Begitulah sikap beliau menghormati pendapat madzab Syafi’i yang menyatakan qunut subuh dianjurkan. Itulah salah satu akhlak mulia ‘ulama kita yang sangat indah dan alangkah baiknya kita mencontoh sikap mulia beliau ini. Jangan hanya mementingkan diri kita sendiri, akan tetapi di saat persatuan itu dibutuhkan dan memang penting maka kita harus mendahulukan kepentingan persatuan. Tidak perlu ada saling mencaci, mengejek apalagi merendahkan satu sama lainnya.


Semoga bermanfaat.
Share on Google Plus

- Yusri Triadi

liputanalquran.com
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment