Sejarah Penyusunan dan Kodifikasi Al-Quran Lengkap


Al-Quran
Al-Quran

Allah Tabaraka Wa Ta’ala sudah menjanjikan kepada seluruh umat manusia untuk menjaga Kitab-Nya Al-Quran, dari semenjak turunnya hingga sampai masa yang akan datang. Ini adalah janji Allah Ta’ala dan sudah dijelaskan-Nya di dalam Al-Quran.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Quran,

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Q.S. Al-Hijr : 9)
Pada tulisan kali ini kita akan membahas tentang sejarah penyusunan dan kodifikasi Al-Quranul Karim dari masa ke masa. Simak selengkapnya.

A. Pada Zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

1. Pengumpulan Al-Quran ditempuh melalui dua cara, yaitu

a. Al-Jam’u fish-shuduur (dikumpulkan di dalam hati), yaitu dilakukan melalaui metode hafalan para sahabat.

b. Al-Jam’u fis-suthuur (dikumpulkan di media tertentu), yaitu dilakukan dengan menuliskan ayat-ayat yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu di pelepah kurma, lempengan batu, kulit hewan, ataupun tulang hewan.

2. Hasil penulisan Al-Quran belum tersusun secara berurutan sesuai ayat ataupun surahnya, tetapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberikan petunjuk kepada para penulis ayat-ayat Al-Quran tentang letak tiap-tiap ayat dan surah.

B. Zaman Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu

1. Sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyimpan beberapa naskah (manuskrip) Al-Quran. Naskah-naskah ini pun kemudian dikumpulkan, tetapi susunannya didasarkan pada urutan turunnya ayat.

2. Pengumpulan naskah-naskah Al-Quran pada masa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ini disebabkan gugurnya banyak para penghafal Al-Quran pada Perang Yamamah. ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang mula-mula mengusurkan agar naskah-naskah tulisan Al-Quran dikumpulkan dan dijadikan satu. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sempat menolak dan menyatakan tidak berani menginstruksikan dilaksanakannya usulan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu. Namun, usulan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu akhirnya diterima karena hal itu sangat penting artinya dan tidak lain adalah suatu kebaikan.

3. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menunjuk Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi penanggung jawab utama dalam memeriksa dan meneliti naskah-naskah Al-Quran yang ada untuk kemudian dikumpulkan dan disusun ke dalam satu jilid besar (master volume).

4. Setelah menjadi satu volume besar, naskah Al-Quran hasil pengumpulan Zaid ini disimpan oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Peristiwa itu terjadi pada tahun 12 Hijriyah.

C. Zaman Khalifah ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu

1. Setelah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu wafat, naskah besar ini disimpan oleh khalifah sesuahnya yaitu ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Sepeninggal ‘Umar, master volume ini disimpan oleh putrid ‘Umar yang hafal Al-Quran, yaitu Hafshah binti ‘Umar radhiyallahu ‘anha. Hafshah terpilih untuk menjaga mushaf juga dengan pertimbangan dia adalah salah seorang istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

2. ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mengirim para sahabat yang kredibel dan memiliki kapasitas tinggi dalam bidang bacaan dan kandungan Al-Quran ke wilayah-wilayah Islam yang baru dikuasai.
D. Zaman Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu ‘Anhu

1. Adanya benih-benih perselisihan di antara pemeluk Islam dari kalangan non-Arab karena mereka membaca Al-Quran dengan dialek bahasa masing-masing membuat ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu berinisiatif meminta Hafshah radhiyallahu ‘anha untuk meminjamkan mushaf yang dipegangnya agar disalin oleh tim yang telah dibentuk oleh khalifah ‘Utsman.

2. Kodifikasi dan penyalinan kembali mushaf Al-Quran ini terjadi pada tahun 25 H. Pada proses kodifikasi ini, Utsman bin ‘Affan berpesan bahwa apabila terjadi perbedaan dalam pelafalan ayat-ayat tertentu maka agar mengacu pada dialek suku Quraisy karena Al-Quran diturunkan dengan gaya bahasa mereka.

3. ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu membuat salinan Al-Quran sejumlah 6 mushaf.

4. Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar, yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. ‘Utsman sendiri meminta satu mushaf untuk ia simpan di Madinah. Mushaf ini belakangan dikenal sebagia Mushaf Al-Imam.

5. Tulisan yang dipakai oleh tim yang dibentuk khalifah ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu untuk menyalin mushaf itu berpegang pada rasm al-anbath; yang tidak dilengkapi syakl (harakat/tanda baca) ataupun nuqath (titik sebagai pembeda huruf).

E. Zaman Khalifah ‘Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu

Tersebarnya cahaya Islam di hampir penjuru dunia dan dipeluk oleh berbagai macam suku dan bangsa yang memiliki bahasa yang berbeda-beda memberikan inspirasi kepada salah seorang karib Kkhalifah ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu, Abu Aswad Ad-Du’ali, untuk membuat tanda baca (nuqathul-I’raab), yang kemudian dikenal dengan istilah “harakat”.

F. Perkembangan Tanda Baca

1. Adapun yang pertama kali membuat tanda titik untuk membedakan huruf-huruf yang sama karakternya (nuqathu harf) adalah Nashr bin Ashim (wafat tahun 89 Hijriyah) atas permintaan hajjaj bin Yusuf Ats=Tsaqafi, salah seorang gubernur pada masa Dinasti Umayyah (40-95 Hijriyah).

2. Pada perkembangan berikutnya, Khalil bin Ahmad Al-Farahidi (wafat tahun 170 Hijriyah) menyempurnakan tanda baca berupa fathah, kasrah, dhammah, sukun, dna tasydid seperti yang kemudian kita kenal sekarang ini.

3. Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ‘ulama berijtihad untuk semakin mempermudah orang dalam membaca dan menghafal Al-Quran khususnya orang-oang non-Arab dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid berupa isymaam dan madd.

4. Para ‘ulama ini juga membuat tanda lingkaran bulat sebagai pemisah ayat, mencantumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ubtida (memulai membaca), dan menerangkan identitas surah di awal setiap surah; terdiri dari nama, tempat turunnya surah, jumlah ayat dan jumlah ‘ain.

5. Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Al-Quran adalah tajzii’ yaitu tanda pemisah antara satu jud dan juz yang lainnya berupa kata “juz” diikuti dengan penomorannya (misalnya, al-juz ‘uts-tsaalitsu untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa setengah juz, seperempat juz, seperlima juz, dan sepersepuluh juz.

Itulah sejarah penyusunan dan kodifikasi Al-Quran, semoga dengan ini semua kita semakin meyakini kebenaran Al-Quran dan semakin mencintai Al-Quran yang datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Semoga bermanfaat.
Share on Google Plus

- Yusri Triadi

liputanalquran.com
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment