Sifat Mulia Syeikh Abdurrahman As-Sudais


Sifat Mulia Syeikh Abdurrahman As-Sudais
Sifat Mulia Syeikh Abdurrahman As-Sudais

Siapa yang tidak kenal dengan Syeikh Abdurrahman As-Sudais? Beliau adalah seorang tahfidzul Quran sekaligus imam besar Masjidil Haram. Suara merdunya dapat membuat setiap orang yang mendengar bacaan Al-Qurannya menjadi menangis. Syeikh As-Sudais juga sering menangis dalam sholatnya sampai tersedu-sedu, ini menunjukkan begitu khyusu’nya beliau sholat. Beliau adalah orang yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Pada tulisan kali ini saya ingin berbagi sedikit mengenai sifat mulia yang dimiliki Syeikh Abdurrahman Al-Sudais. Saat kedatangan Syeikh Sudais ke Indonesia yaitu pada akhir bulan Oktober tahun 2014, beliau pun diminta untuk menjadi imam pada Masjid Istiqlal. Uniknya saat Syeikh Sudais memimpin sholat yang dijahr kan bacaannya (Subuh, Maghrib, ‘Isya’) ternyata beliau memulai surah Al-Fatihah dengan bacaan basmalah. Syeikh Abdurrahman As-Sudais yang memiliki keluasan ilmu fiqih dan pengetahuan agama yang amat luas faham betul bahwa masyarakat Indonesia itu mayoritasnya madzab Syafi’i. Di dalam madzab Syafi’i basmalah adalah bagian dari Surah Al-Fatihah sehingga wajib dibaca setiap sholat dan dibaca dengan keras saat sholat jahr.

Seperti yang kita ketahui bahwa di Arab Saudi mayoritas bermadzab Hambali yang berpendapat bahwa basmalah bukanlah bagian dari Al-Fatihah sehingga tidak dikeraskan bacaannya saat sholat jahr. Tetapi saat Syeikh Sudais memimpin sholat di Indonesia beliau mengeraskan bacaan basmalah. Kalau kita lihat banyak video Syeikh Sudais saat sholat di Masjidil Haram ataupun di Masjid Nabawi maka tampak jelas bahwa Syeikh Sudais tidak mengeraskan bacaan basmalah saat sholat jahr. Akan tetapi Syeikh Sudais faham betul bahwa toleransi lebih dipentingkan daripada memaksakan pendapat sendiri. Di sini Syeikh Sudais betul-betul menunjukkan keilmuannya yang sangat luas, beliau mengetahui bahwa beragama bukan sekedar mementingkan kepentingan sendiri saja, tetapi kebersamaan itu jauh lebih indah. Terlebih lagi ini hanyalah masalah khilafiyah yang memang tidak akan ada ujungnya, sehingga Syeikh Sudais pun membawakan Surah Al-Fatihah dengan basmalah. Syeikh Sudais amat menghormati dan toleran terhadap penduduk Indonesia yang mayoritasnya madzab Syafi’i.

Bukan hanya itu saja, saat memimpin sholat Subuh di Masjid Istiqlal (Jakarta), Syeikh Abdurrahman Al-Sudais juga melakukan qunut pada raka’at kedua seperti yang sering dilakukan orang Indonesia. Dari situ tampak sekali bahwa Syeikh Sudais amat menghormati pendapat masyarakat Indonesia yang memakai qunut subuh. Syeikh Sudais amat tahu bahwa rakyat Indonesia mayoritasnya bermadzab Syafi’i yang berpendapat bahwa qunut subuh itu sunnah. 


Ini adalah sifat yang luar biasa dari sosok Syeikh Abdurrahman Al-Sudais. Jarang sekali orang seperti ini kita jumpai. Banyak di antara kita yang lebi mementingkan dirinya sendiri dan memaksakan pendapatnya sendiri. Banyak orang dengan sombongnya berusaha menunjukkan ilmu yang dia punya, merasa pendapatnya paling benar dan tidak memperdulikan masyarakat di sekitarnya. Dia tidak peduli kalau orang membencinya dan tidak peduli dengan toleransi yang ada di sekitarnya. Ini adalah cara yang salah meskipun pendapatnya lebih benar. Karena apa? Karena jikalau masih bisa toleransi dan bukanlah perkara besar maka tidak ada salahnya kita mengalah. Misalnya saja pada perkara-perkara khilafiyah seperti mengeraskan bacaan basmalah dan qunut subuh. Hal itu tidak perlu diperdebatkan, kalau memang kita memilih suatu pendapat jangan sampai kita mencaci pendapat yang lain. Kita harus menghargai pendapat orang lain yang memang berseberangan dengan kita.

Akan tetapi kalau memang perkara itu adalah bi’dah yang sangat berbahaya bila dibiarkan maka kita sebagai sesama muslim alangkah haiknya jika saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-‘Ashr : 1-3)

Perilaku yang dilakukan Syeikh Abdurrahman Al-Sudais ini sama seperti yang dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad memang berpendapat bahwa qunut subuh itu tidak dianjurkan, akan tetapi kalau beliau sholat di belakang imam yang melakukan qunut subuh maka beliau juga akan ikut mengangkat tangan dan juga ikut mengaminkannya. Ini adalah sifat mulia seorang muslim yang sangat jarang kita temui sekarang ini. Begitulah seharusnya seorang muslim, jika masih bisa dalam batas toleransi yang memang ada ruang berbeda pendapat maka menghormati pendapat lain adalah sikap yang benar. Akan tetapi jikalau di luar dari batas tolerani maka kita harus menasehatinya. Jangan libatkan emosi dan kepentingan pribadi, akan tetapi kebersamaan jauh lebih indah.


Semoga bermanfaat.
Share on Google Plus

- Yusri Triadi

liputanalquran.com
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment